www.cuplikdata.id – Asal usul nama Jakarta memang memikat untuk ditelusuri. Sejarah di balik nama ibu kota Indonesia ini menyimpan berbagai kisah yang menarik dan berharga untuk diketahui.
Nama Jakarta sendiri telah mengalami beberapa transformasi yang signifikan sepanjang perjalanan waktu. Awalnya, daerah ini merupakan pelabuhan kecil di muara Sungai Ciliwung yang perlahan tumbuh menjadi pusat perdagangan penting yang menghubungkan banyak bangsa.
Dari Pelabuhan Kecil hingga Pusat Perdagangan Internasional
Pada masa lalu, kawasan yang kini kita kenal dengan sebutan Jakarta dikenal sebagai Sunda Kelapa. Nama tersebut diambil dari Kerajaan Sunda, yang menguasai wilayah ini dari abad ke-4 hingga ke-16 Masehi.
Sunda Kelapa memainkan peran penting sebagai pelabuhan utama kerajaan Sunda, yang ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai penjuru dunia. Kehadiran bangsa Portugis yang datang dari Malaka pada pertengahan abad ke-16 menambah warna pelabuhan ini.
Bangsa Portugis bernafsu untuk membangun benteng di Sunda Kelapa sebagai langkah perlindungan, namun rencana tersebut terhalang setelah pasukan Kesultanan Demak, yang dipimpin oleh Pangeran Fatahillah, merebut kembali wilayah tersebut. Ini menandai suatu titik balik dalam sejarah Jakarta.
Pertarungan untuk Menguasai Sunda Kelapa
Pada tanggal 22 Juni 1527, pertempuran bersejarah terjadi saat pasukan Demak melakukan serangan terhadap Portugis. Setelah berhasil mengusir penjajah, Pangeran Fatahillah mengubah nama pelabuhan Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.
Nama Jayakarta berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata; ‘Jaya’ yang berarti kemenangan dan ‘Karta’ yang berarti tercapai. Dengan demikian, Jayakarta bisa diartikan sebagai kota kemenangan yang makmur berkat usaha bersama.
Perubahan nama ini bukan hanya sekadar simbol, melainkan juga menjadi titik penting dalam sejarah perkembangan Jakarta sebagai ibu kota. Kini, 22 Juni diperingati sebagai Hari Jadi Kota Jakarta, menandai kebangkitan dan perjuangan warga Jakarta.
Peranan Jayakarta dalam Sejarah Kesultanan Banten
Setelah penyerangan itu, Jayakarta menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Banten. Hal ini terjadi ketika Sunan Gunung Jati mengalihkan kekuasaan kepada putranya, Maulana Hasanuddin, yang menjadikan kota ini lebih berkembang lagi.
Selama masa Kesultanan Banten, Jayakarta menjadi salah satu kota yang paling strategis di wilayah barat Indonesia. Pelabuhan ini terus berkembang, menarik lebih banyak pedagang baik dari dalam maupun luar negeri.
Keberadaan Jayakarta semakin memperkuat posisi Banten sebagai salah satu kekuatan perdagangan terbesar di kawasan Asia Tenggara, menggantikan posisi Sunda Kelapa yang dulu sebagai pelabuhan utama.