Larangan memotong kuku dan rambut bagi shohibul kurban adalah praktik penting dalam Islam selama sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Mereka yang berniat untuk berkurban pada Hari Raya Idul Adha diwajibkan untuk menahan diri dari tindakan ini sebagai ungkapan ketaatan kepada Allah SWT.
Larangan ini bukan hanya simbolis, tetapi juga diambil dari ajaran agama yang mendalam. Mengapa tindakan sederhana seperti memotong kuku dan rambut menjadi sangat berarti? Dalam konteks ini, tindakan tersebut menjadi penanda kesungguhan dan pengabdian kepada Yang Maha Esa.
Larangan Memotong Kuku dan Rambut Selama Dzulhijjah
Praktik larangan ini berakar pada hadis yang menegaskan bahwa shohibul kurban sebaiknya tidak memotong rambut atau kutiknya hingga hewan kurban dikorbankan. Dalam rangka memperkuat iman, tindakan ini merupakan simbol dedikasi kepada Allah SWT.
Misalnya, terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah yang menyatakan: “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seseorang di antara kalian hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulitnya sedikitpun sampai selesai berkurban.” Hadis ini menunjukkan betapa besar penghormatan yang seharusnya diberikan dalam menjalankan ibadah kurban.
Dasar-Dasar Larangan Berdasarkan Al-Qur’an dan Pendapat Ulama
Larangan ini juga di fundamentalkan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surat Al-Baqarah ayat 196 yang berbunyi, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” Dalam konteks ini, menjaga kuku dan rambut menandakan komitmen untuk melaksanakan ibadah dengan penuh kesucian. Mengabaikan hal ini dapat dilihat sebagai tindakan yang merugikan diri sendiri dalam hal spiritualitas.
Di kalangan para ulama, ada beragam pandangan mengenai hukum larangan ini. Sebagian menyatakan bahwa itu adalah hal yang haram dilakukan hingga penyembelihan kurban selesai, sedangkan yang lain menganggapnya sebagai makruh. Namun, secara umum, tetap disarankan untuk menghindarinya.
Ulama juga mengemukakan bahwa larangan ini adalah bagian dari hikmah Allah dalam menguji kesabaran hamba-Nya. Menjaga kuku dan rambut selama sepuluh hari tersebut dianggap sebagai cara untuk tetap terhubung dengan nilai-nilai spiritual dan hubungan dengan Sang Pencipta.
Khusus bagi shohibul kurban, larangan ini berlaku jelas dan tegas, tetapi juga memberi mereka kesempatan untuk merenungkan dan mendalami makna di balik ibadah yang mereka jalankan. Dalam konteks ini, tindakan sederhana ini membawa dampak yang luar biasa.
Dengan mempertahankan praktik ini, kita bukan hanya melaksanakan tradisi, tetapi juga menjaga integritas dan kesucian tujuan spiritual dari ibadah kurban, serta mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang lebih bermakna.