www.cuplikdata.id – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) baru-baru ini mengeluarkan pernyataan keras menyikapi tindakan intoleransi yang terjadi di Kota Padang, Sumatera Barat. Tindakan tersebut berupa pelarangan ibadah di sebuah rumah doa yang juga berfungsi sebagai tempat pendidikan bagi siswa Kristen.
Insiden ini terjadi pada Minggu, 27 Juli 2025, dan dianggap sebagai salah satu contoh nyata dari intoleransi yang masih berakar kuat di masyarakat. Ketua Umum PGI, Pdt. Jacky Manuputty, mengungkapkan bahwa tindakan ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga melukai nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman yang seharusnya dijunjung tinggi dalam konstitusi.
PGI sangat menyesalkan kejadian ini karena menunjukkan betapa rentannya kelompok minoritas terhadap diskriminasi. Terlebih lagi, peristiwa ini terjadi di depan anak-anak yang sedang dalam proses pendidikan spiritual, yang tentunya akan berdampak negatif pada pertumbuhan mental mereka.
Peristiwa Intoleransi yang Mengguncang Masyarakat
Tindakan kekerasan dan teror yang terjadi dalam insiden ini mengundang berbagai reaksi dari masyarakat. PGI menilai bahwa pelarangan ibadah adalah pelanggaran nyata terhadap hak asasi manusia, khususnya hak untuk beribadah.
PGI menekankan bahwa tindakan semacam ini tidak menunjukkan semangat dari Bhinneka Tunggal Ika yang seharusnya mengikat seluruh warga negara Indonesia. Sebaliknya, hal ini justru menciptakan kesenjangan antara kelompok mayoritas dan minoritas.
“Kami berharap agar negara dapat bertindak tegas dalam penanganan kasus-kasus intoleransi ini,” ucap Jacky. Melalui pernyataan ini, PGI ingin menyampaikan pesan penting bahwa pelanggaran hak asasi manusia tidak dapat ditoleransi dalam bentuk apapun.
Peran Negara Dalam Menjamin Keberagaman
Menurut PGI, negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warganya, tanpa terkecuali. Dalam konteks ini, keberagaman harus dijadikan sebagai kekuatan, bukan sebagai alasan untuk memecah belah.
“Intoleransi adalah racun yang menggerogoti keutuhan bangsa,” ujar Jacky. Pernyataan ini menegaskan bahwa sikap intoleran dapat menyebabkan disintegrasi sosial yang lebih serius jika tidak segera ditangani.
Dia juga menyarankan agar pemerintah melakukan pendekatan holistik untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan diskriminatif di masa depan. Pendidikan tentang toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan harus menjadi bagian dari kurikulum nasional.
Dampak terhadap Anak-anak dan Masa Depan
Insiden kekerasan ini tidak hanya menyakiti orang dewasa, tetapi juga meninggalkan bekas mendalam pada anak-anak yang menyaksikannya. Trauma yang dihasilkan dapat berpengaruh lama terhadap perkembangan psikologis dan sosial anak.
Kegiatan pelayanan kerohanian yang mendadak terhenti dapat mengganggu proses pertumbuhan spiritual anak. Dalam hal ini, PGI mengingatkan bahwa generasi mendatang seharusnya dibesarkan di lingkungan yang aman dan terbuka untuk beribadah.
Ketua PGI mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak jangka panjang dari kejadian tersebut, terutama dalam membangun kepercayaan di antara berbagai kelompok masyarakat. Sekolah dan tempat ibadah seharusnya menjadi ruang yang aman bagi pertumbuhan dan pembelajaran.
Tanggapan Masyarakat dan Solusi Ke Depan
Sejumlah kelompok masyarakat lainnya juga memberikan tanggapan terhadap insiden di Kota Padang ini. Tindakan pelarangan ibadah dianggap sebagai sebuah kemunduran dalam perjalanan bangsa menuju masyarakat yang lebih toleran dan beradab.
Banyak yang menekankan pentingnya dialog antar pemeluk agama dan peningkatan pemahaman satu sama lain untuk mencegah terjadinya insiden serupa di masa depan. Forum-forum diskusi pun diharapkan dapat dijadikan pemicu untuk bertukar pikiran dan membangun kesepahaman.
Tanpa dialog yang konstruktif, keberagaman yang menjadi salah satu kekayaan bangsa justru dapat menjadi pemicu perpecahan. Oleh karena itu, tindakan nyata dalam bentuk program komunitas sangat diperlukan untuk menciptakan iklim yang lebih harmonis.